watch

Kamis, 25 Oktober 2012

( PAPOWI) PALUNGAN PORTABLE WASHING RICE

PAPOWI
(PALUNGAN PORTABLE WASHING RICE)

Palungan (Tempat menyimpan Beras) & PAPOWI (PALUNGAN PORTABLE WASHING RICE)

Pada saat ini,umumnya disetiap rumah-rumah, untuk memenuhi kebutuhannya persediaan beras ditempatkan pada box beras yang terbuat dari pelastik yang mudah didapat di toko-toko penjual alat rumah tangga. Namun teknik penyimpanan beras telah ada sejak dahulu kala, jauh sebelum ditemukannya peralatan modern.
Palungan, itulah nama untuk penyimpanan beras pada masanya, terbuat dari kayu utuh yang dipahat sehingga berlubang, dan lubang itulah yang kemudian dipergunakan untuk penyimpanan beras. Untuk menjaga agar beras tetap awet, maka palungan tersebut dilengkapi oleh penutup yang dapat dikunci oleh sepasang pasak yang terbuat dari kayu. Untuk menjaga kesegarannya, sejak dahulu orang menambahkan beberapa lembar daun pandan wangi pada tempat penyimpanan persediaan berasnya. Ukuran palungan biasanya berkisar antara 1,5 M s/d 3 M, lebar 30 Cm dan kedalaman 40 Cm, sehingga cukup untuk menampung persediaan beras dalam jangka waktu tertentu.
Pada saat ini palungan sudah tidak dipergunakan lagi, sehingga jumlahnya semakin hari semakin sedikit, itupun sisa dari peninggalan jaman dahulu.
Bahan yang dipergunankan untuk membuat palungan adalah jenis-jenis kayu keras yang dapat bertahan sangat lama dan tahan akan gigitan serangga atau hewan pemakan biji-bijian.
Dengan berjalannya waktu dan keadaan serta tuntutan waktu dan zaman maka pola inisiatif serta kreatifitas pola pikir menjadi cara  alternatif untuk membuka jalan yang tentu saja tidak mengurangi fungsi dan secara teknis alat ini hadir untuk melengkapi kebutuhan hidup yang mau tak mau memberikan nuansa kemudahan dalam membantu meringankan pekerjaan manusia maka dengan ini PAPOWI menjadi alat sarana untuk saat ini.
PAPOWI atau istilahnya (Palungan Portable Washing Rice) adalah Sebuah alat yang fungsinya untuk memudahkan mencuci beras dengan waktu pencucian yang dapat diatur oleh pengguna (User) serta dapat juga digunakan sebagai tempat penyimpanan beras ataupun biji-bijian lainnya yang dapat digunakan untuk komsumsi.
Secara teknis Dimensi 35 cm x 35 cm x 60 cm adalah sebuah ukuran yang memudahkan alat ini dapat diatur sedemikian rupa untuk penempatannya serta tanpa harus mengurangi estetika model, alat ini siap dan  ditaruh dimanapun akan selalu membantu pekerjaan dalam khususnya didapur anda.
Dalam fitur alat PAPOWI ini sudah dilengkapi pengatur suhu, yang sebagaimana fungsinya untuk menjaga kesegaran box rice agar beras slalu dalam keadaan fresh, heginis serta terhindar dari makluk makluk kecil yang mengurangi kwalitas beras dan fitur panel suhu bisa diatur kelembabannya sesuai dengan pengguna inginkan.
Dilengkapi system recash alat ini bekerja dengan sytem DC listrik pln, maka tak mengurangi hambatan bila sewaktu-wakti listrik padam alat ini masih bisa digunakan asalkan aliran arus masih merecash sewaktu digunakan.Dengan kemudahan fitur tombol alat ini dapat digunakan untuk membagi  pekerjaan lainnya.
Dengan system program yang terintregrasi maka kinerja alat akan terdistribusi dari panggunaan air yang bisa diminimalkan serta memudahkan tanpa harus bersentuhan langsung dengan media air sehingga penggunaan air dapat dihemat. Kinerja dari sirkulasi airpun simple tinggal memasang knopinput selang kekran air dan mengisikan sebentar bila respon  signal lampu dipanel sudah terdetek maka alat inipun langsung bisa dioperasikan.


Rabu, 23 Mei 2012

Merantau…....tuk kekuatan kelak hidupku

Meninggalkan kampung halaman
dimana tempat aku dilahirkan dan dibesarkan
meninggalkan orang tua
meninggalkan keluarga
terpisah dengan teman-teman dekat
berpisah dengan lingkungan tercinta
menelusuri jalan yang panjang
jalan yang berliku
dengan tikungan-tikungan tajam
berkilo-kilo meter, berjam-jam
melewati berbagai kota
dan juga berbagai kabupaten
untuk mencapai satu tempat tujuan
dimana tempat untuk mencari ilmu
demi masa depan yang lebih cerah
hidup di negeri orang,,,
di tempat yang kurang bersahabat
mungkin karenai lingkungan asing
hidup dengan berbagai keterbatasan
berbagai kekurangan..
yah…maklum anak rantau
namun harus tetap semangat.
tak mudah memang berpisah dengan sesuatu hal yang tlah dicintai,
,tapi percaya lah dengan merantau keberbagai negeri menjadikan kita lebih memahami
mengerti dan menghargai hidup..
semoga suatu saat menjadi lebih baik..
amien..
Kalau sejenak terdengar kata merantau mkn terlalu terpaksa dibenak dan pikiran kita, namun keadaan itu akan tampak biasa bila dengan berbagai keadaan yang tentunya tidak semua orang mampu menerima keadaan itu, merantau sudah menjadi alternatife atau pilihan yang dipaksakan he he he memang kenyataannya begitu mau dibilang apabali tentunya sudah mubazir.

Rabu, 02 Mei 2012

Kamis, 20 Oktober 2011

Belajar Dari Ibu Penjual Kue

Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe. Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup. Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. .." demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah shalat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe, dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atasmeja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh. Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang kedelai, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian.

Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang kedelai, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku..." Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya.

Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan... dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacang kedelainya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia yakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi.

Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah. Bantulah aku, kabulkan doaku..."

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe. Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi. Kacang kedelai itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang kedelai tersebut. "Keajaiban Tuhan akan datang... pasti," yakinnya.

Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "tangan" Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. "Pasti sekarang telah jadi tempe!" batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi.

Kecewa, airmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.

Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya.

Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun tak akan dapat makan.

Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya kian memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. "Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya?"

Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan kedua tangannya. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe..." Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe..."

"Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itu lagi. Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat?

Pembaca, Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! "Alhamdulillah!" pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli. Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?"

"Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Shalauddin, yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu?"

----------------------------------Selesai--------------------------------

Dalam kehidupan sehari-hari, kita acap berdoa, dan "memaksakan" Allah memberikan apa yang menurut kita paling cocok. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa diabaikan, merasa kecewa, merasa hidup ini tidak adil. Padahal, Allah paling tahu apa yang paling baik untuk hamba-Nya. Sungguh, semua rencana Allah adalah SEMPURNA.[blowil-unique.blogspot.com]
Laksa Berita 17 Sep, 2011

Template by : kendhin x-template.blogspot.com